Social Engineering

Hasil gambar untuk social engineering background


Apa Itu Social Engineering?

Menurut Malcolm Allen dalam tulisannya di SANS InfoSec Reading Room, Social Engineering merupakan ancaman yang sering diabaikan namun dapat dieksploitasi setiap saat, untuk mengambil kesempatan dari adanya kelemahan di dalam sebuah jaringan keamanan, yaitu manusia atau pengguna dari sistem itu sendiri. Dimana dari dulu manusia atau pengguna dianggap sebagai bagian terlemah dalam sebuah keamanan jaringan. Seperti yang juga dikemukakan oleh Prof. Richardus Eko Indrajit, Kepala ID-SIRTII, bahwa dalam dunia keamanan jaringan ada prinsip yang berbunyi "kekuatan sebuah rantai tergantung dari atau terletak pada sambungan yang terlemah" atau dalam bahasa asingnya "the strength of a chain depends on the weakest link". Dimana dalam berbagai buku keamanan jaringan juga selalu mengemukakan "People is the weakest link" atau "manusia adalah komponen yang terlemah".


Menurut definisi, “social engineering” adalah suatu teknik ‘pencurian’ atau pengambilan data atau informasi penting/krusial/rahasia dari seseorang dengan cara menggunakan pendekatan manusiawi melalui mekanisme interaksi sosial. Atau dengan kata lain social engineering adalah suatu teknik memperoleh data/informasi rahasia dengan cara mengeksploitasi kelemahan manusia. Contohnya kelemahan manusia yang dimaksud misalnya:

§  Rasa Takut – jika seorang pegawai atau karyawan dimintai data atau informasi dari atasannya, polisi, atau penegak hukum yang lain, biasanya yang bersangkutan akan langsung memberikan tanpa merasa sungkan;

§  Rasa Percaya – jika seorang individu dimintai data atau informasi dari teman baik, rekan sejawat, sanak saudara, atau sekretaris, biasanya yang bersangkutan akan langsung memberikannya tanpa harus merasa curiga; dan

§  Rasa Ingin Menolong – jika seseorang dimintai data atau informasi dari orang yang sedang tertimpa musibah, dalam kesedihan yang mendalam, menjadi korban bencana, atau berada dalam duka, biasanya yang bersangkutan akan langsung memberikan data atau informasi yang diinginkan tanpa bertanya lebih dahulu.

Tipe Social Engineering
Pada dasarnya teknik social engineering dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: berbasis interaksi sosial dan berbasis interaksi komputer.

Tahapan Serangan Social Engineering
Biasanya, serangan social engineering memiliki tahapan-tahapan. Secara umum, ada tiga tahap, yaitu :

1.    Pengumpulan informasi
Website perusahaan dapat menjadi salah satu sumber infor-masi utama untuk menjalankan serangan social engineering. Informasi seperti nomor kontak perusahaan, lokasi dan alamat cabang, alamat e-mail, bagan struktur organisasi, laporan keuangan dan lain-lain, tidak hanya bersangkut-paut dengan calon pelanggan, namun juga memberi kesempatan pada social engineer untuk merencanakan serangan. Seseorang dapat dengan mudah mengumpulkan informasi seperti faktur, korespondensi, manual, e-mail, dan lain-lain, yang dapat membantu si penyerang memperoleh informasi penting. Tujuan si penyerang dalam tahap ini adalah untuk mempelajari sebanyak mungkin informasi agar ia dapat menyamar sebagai pegawai, kontraktor, atau vendor.

2.    Pemilihan sasaran
Dalam tahap ini, si penyerang mengidentifikasi mata rantai terlemah untuk untuk ditembus. Target yang paling umum adalah help desk  dan resep-sionis, karena mereka dilatih untuk memberikan bantuan. Organisasi yang yang mempekerjakan pihak luar sebagai help desk bahkan lebih rentan lagi. Korban paling umum berikutnya adalah asisten administrasi karena ia mengetahui banyak informasi penting yang beredar di antara anggota tim manajemen. Mereka juga menangani mail account dan jadwal supervisor mereka.

3.    Serangan
Tahap serangan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metode. Sebagian dari cara-cara dan metode-metode yang ada dijelaskan di bawah ini.

Target Korban Social Engineering
Statistik memperlihatkan, bahwa ada 5 (lima) kelompok individu di perusahaan yang kerap menjadi korban tindakan social engineering, yaitu:

1.       Receptionist dan/atau Help Desk sebuah perusahaan, karena merupakan pintu masuk ke dalam organisasi yang relatif memiliki data/informasi lengkap mengenai personel yang bekerja dalam lingkungan dimaksud;

2.       Pendukung teknis dari divisi teknologi informasi – khususnya yang melayani pimpinan dan manajemen perusahaan, karena mereka biasanya memegang kunci akses penting ke data dan informasi rahasia, berharga, dan strategis;

3.       Administrator sistem dan pengguna komputer, karena mereka memiliki otoritas untuk mengelola manajemen password dan account semua pengguna teknologi informasi di perusahaan;

4.       Mitra kerja atau vendor perusahaan yang menjadi target, karena mereka adalah pihak yang menyediakan berbagai teknologi beserta fitur dan kapabilitasnya yang dipergunakan oleh segenap manajemen dan karyawan perusahaan; dan

5.       Karyawan baru yang masih belum begitu paham mengenai prosedur standar keamanan informasi di perusahaan.

Solusi Menghindari Resiko
Setelah mengetahui isu social engineering di atas, timbul pertanyaan mengenai bagaimana cara menghindarinya. Berdasarkan sejumlah pengalaman, berikut adalah hal-hal yang biasa disarankan kepada mereka yang merupakan pemangku kepentingan aset-aset informasi penting perusahaan, yaitu:

§  Selalu hati-hati dan mawas diri dalam melakukan interaksi di dunia nyata maupun di dunia maya. Tidak ada salahnya perilaku “ekstra hati-hati” diterapkan di sini mengingat informasi merupakan aset sangat berharga yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan;

§  Organisasi atau perusahaan mengeluarkan sebuah buku saku berisi panduan mengamankan informasi yang mudah dimengerti dan diterapkan oleh pegawainya, untuk mengurangi insiden-insiden yang tidak diinginkan;

§  Belajar dari buku, seminar, televisi, internet, maupun pengalaman orang lain agar terhindar dari berbagai penipuan dengan menggunakan modus social engineering;

§  Pelatihan dan sosialisasi dari perusahaan ke karyawan dan unit-unit terkait mengenai pentingnya mengelola keamanan informasi melalui berbagai cara dan kiat;

§  Memasukkan unsur-unsur keamanan informasi dalam standar prosedur operasional sehari-hari – misalnya “clear table and monitor policy” - untuk memastikan semua pegawai melaksanakannya; dan lain sebagainya.
Selain usaha yang dilakukan individu tersebut, perusahaan atau organisasi yang bersangkutan perlu pula melakukan sejumlah usaha, seperti:
§  Melakukan analisa kerawanan sistem keamanan informasi yang ada di perusahaannya (baca: vulnerability analysis);

§  Mencoba melakukan uji coba ketangguhan keamanan dengan cara melakukan “penetration test”;

§  Mengembangkan kebijakan, peraturan, prosedur, proses, mekanisme, dan standar yang harus dipatuhi seluruh pemangku kepentingan dalam wilayah organisasi;

§  Menjalin kerjasama dengan pihak ketiga seperti vendor, ahli keamanan informasi, institusi penanganan insiden, dan lain sebagainya untuk menyelenggarakan berbagai program dan aktivitas bersama yang mempromosikan kebiasaan perduli pada keamanan informasi;

§  Membuat standar klasifikasi aset informasi berdasarkan tingkat kerahasiaan dan nilainya;

§  Melakukan audit secara berkala dan berkesinambungan terhadap infrastruktur dan suprastruktur perusahaan dalam menjalankan keamanan inforamsi; dan lain sebagainya.

Daftar Pustaka
·   Rafizan, 0 2011, ‘Analisis Penyerangan Social Engineering’, Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi, vol. 2, no. 2, hh. 116, dilihat 28 Februari 2019, <https://mti.kominfo.go.id/index.php/mti/article/view/26/23>.
·         Indrajit, RE 2017, Seluk Beluk Teknik Social Engineering, Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure/Coordination Center(ID-SIRTII/CC), dilihat 28 Februari 2019, <https://idsirtii.or.id/doc/IDSIRTII-Artikel-sosial_engineering.pdf>.
·         Marwana, M 2012, ‘Teknik Social Engineering dan Pencegahannya’, Jurnal Informatika Multimedia (JIM) STIMED NUSA PALAPA, vol. 1, no. 3, hh. 100, dilihat 28 Februari 2019, <http://jim.stimednp.ac.id/?p=32>.


Terima Kasih.

Komentar